Skip to main content

Petasanmu Memerahkan Bokongku

Ramadhan, Fourteen sekian-sekian Hijriah
Pas masih bocah, saya adalah anak yang alim, sering tarawih, sering sholat Subuh berjamaah di mesjid (beda banget dengan sekarang ), meski gelapnya malam membentang di hadapan jiwa, dinginnya subuh menusuk sukma, jauhnya jarak ke mesjid yang melelahkan raga, semua itu rela saya jalani demi bermain petasan jauh dari rumah agar tidak dimarahi orang tua (ketahuan kalo niatnya gak cari pahala )

Dan begitulah anak-anak, kalo berangkat ke mesjid sudah pasti rombongan. Waktu itu ada Reza Rambo, Hadi Bakso, Hadi Acan, Atai, Adam Luwaw, Arif Jelangkung, Uspia Bapapia, Wawan Bakwan, Fajar Bajai, Deni Celang, Onyeng, Hendra, Dimaz, dan gw (yang baca nanya: buset... ne sekampung...? gw menjawab: hehe... )

Saat subuh ini lah peristiwa besar ini terjadi. Habis sholat subuh di mesjid Pancasila dan mendengarkan kultum, kami pulang. Masing-masing anak lalu merogoh sakunya, mengeluarkan sejumlah kertas dari dalam sana, tapi gak ada yang memasukkannya ke celengan mesjid, karena apa...? Itu petasan woi... bukannya duit!

Di jalan menuju ke kampung kami, Uspia lalu mengeluarkan benda hijau kepala merah yang berjalan mundur (apa itu...? ini masih sebuah misteri). Dengan bantuan korek api punya Onyeng, obat nyamuk dinyalakan, nyamuk-nyamuk berlarian, kami aman, dari gigitan, nyamuk yang membuat tidak nyaman, dan kami mulai memainkan... PETASAN! Cap kodok, kuda terbang, sapi, ayam, kelinci, ikan teri, ikan pari, hiu, dinosaurus, kambing, gajah, orang utan (ups ), semua jenis petasan dibunyikan, mengisi kesunyian subuh yang mencekam di jalan kami pulang. Di tengah bermain petasan inilah Uspia berkata:
"Kaya pa kalo latupan ne ku masuk akan ke dalam selawar ku yo...?"
-Gimana kalo petasan ini aku masukin ke dalam celana ku...?"-credit to: Google translate

Ide gila, kami bilang, tapi, kami semua penasaran, apa yang terjadi jika petasan memuntahkan isi yang dikandungnya di dalam celana? Apakah sakit...? Atau gak ada rasanya...? Atau malah nanti Uspia bersyukur karena tiba-tiba tanpa perlu ke Mak Erot, "hehe"-nya bertambah besar secara natural alami tanpa pemanis buatan...? Atau Uspia akan menangis tersedu-sedu sambil membawa sedan ala Chairil Anwar gara-gara keperjakaannya direnggut secara paksa oleh sebuah petasan ?

Akhirnya dipilihlah petasan ukuran sedang, seukuran paha orang dewasa (gak ah, lebay, cuma ukuran kelingking bayi ). Petasan dinyalakan oleh Onyeng, dan dengan Bismillah, memasukkan petasan yang sudah menyala ke dalam celana Uspia. Kebetulan saat itu Uspia mengenakan celana dua lapis, celana panjang di luar, dan celana pendek yang menjadi kolor-nya di dalam, dengan kantong di bagian belakangnya. Inilah lokasi tempat peletakan petasan pertama (lho...? banyak ya....? gw: enggak... satu aja kok ).

Ok, petasan telah beristirahat dengan tenang di pembaringan terakhirnya sebelum meninggalkan dunia ini di kantong belakang celana kolor Uspia . Dua detik berlalu, masih belum meledak. Saya dag dig dug menunggu peristiwa besar ini, bersiap menceburkan Uspia ke irigasi yang berjarak 200 meter dari TKP jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan . Satu detik kemudian... dan... DHUA... eh, belum terjadi apa-apa. Uspia berkata, "Gatal eh rasanya..." Waktu melambat, daun yang jatuh pun terasa melayang berjam-jam di udara, ditambah keringat mengalir pelan dengan speed 10km/jam di leher. Tenggorokan menjadi sesak, memaksa diri untuk berbuka di pagi buta, dan kok ini ceritanya ngelantur ke mana-mana... ? Langsung aja deh, daripada kelamaan nunggu, petasannya meledak aja deh...

DHUARRR... Bagaikan bom di perbatasan Palestina-Israel, petasan meledak, menggema di antara jalan komplek sempit tempat kami berdiri. Uspia berteriak, "PANAS!!! PANAS!!! PANAS!!!" Oh... paduan suara yang indah antara petasan yang menggema, suara tenor Uspia, dan paduan backing vocal kami yang tertawa, hampir dapat mengalahkan alunan jari Beethoven di atas piano-nya.

Puas tertawa, Wawan Bakwan mengecek b*kong Uspia, dan bekas merah yang besarnya mirip genggaman cewe yang nabok Lo pas nge-godain dia terlihat jelas di sana. Dan, sepanjang perjalanan pulang, Uspia hanya meringis sambil mengelus-elus b*kongnya yang tidak b*henol itu.

 



Thanks 4 reading my story... Stay tune here... And hopely this story will win!

Popular posts from this blog

Baca Komik Kindaichi

Tutorial Mystery Case Files - Return to Ravenhearst FINAL

Madihin: Nasehat dalam Canda dan Humor

Menjawab Kematian Gwen Stacy melalui Ilmu Fisika