Skip to main content

Mencoba Menunda Pekerjaan

Esai ini ditulis sebagi salah satu tugas Bahasa Indonesia. Waktu yang diberikan guru kami dalam hanayala satu minggu. Menulis esai? Tak pernah terpikir oleh saya, dan tak sedikit pun saya bayangkan, saya akan menulis sebuah esai. Jangankan menulis, mengetahui essensi sebuah essai pun baru saya ketahui tak lama sebelum tugas menulis essai ini diberikan. Atas dasar keyakinan tulah, essai ini dibua sehari sebelum hari pengumpulan tugas essai ini. Saya selalu menundanya dengan sebuah alasan klasik bahwa menulis essai itu sulit karena saya tidak berbakat dalam menulis.


Salahkah saya? Salahkah karena saya telah membuang waktu selama satu minggu kurang satu hari dalam menyelesaikan tugas ini? Dalam kacamata saya, saya toh, sama sekali tidak bersalah. Semakin mantap lagi alasan saa bahwa saya sama sekali tidak merugikan siapa pun. Siapa gerang yang rugi kalau saya lambat mengerjakannya? Yang rugi kan saya sendiri?

Tapi kalau kita lihat dari banyak segi, apa yang saya lakukan adalah salah. Menunda-nunda pekerjaan itu salah. Sebuah merk buku tulis menyatakan "Never putt off till tomorrow, what you can do today". Jangan pernah menunda sampai besok, kalau bisa ja hari ini dikerjakan, begitu kira-kira artinya.

Menunda sebuah pekerjaan adalah suatu hal yang menyenangkan. Kita tidak perlu susah-susah mengerjakannya dahulu jika bisa saja nanti. Toh, lebih baik kita santai agar badan tidak pegal seperti kata Bang Haji Rhoma, menikmati dunia yang seperti Nicky Astria "Panggung Sandiwara" ini, sambil "minum susu" seperti kata Seuriues. Tapi sialnya, menunda sebuah pekerjaan ibarat kata flu. Jika satu orang terkena, yang lain mudah pula terkena flu. Jika satu pekerjaan ditunda, pekerjaan yang lain pun akan terlalu mudah untuk ditunda pula.
Sudah pasti pekerjaan yang ditunda-tunda akan terus menumpuk seperti piring-piring kotor di dapur yang menunggu untuk dikinclongkan. Peribahasa "sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit" kalau untuk slogan buku tabungan sih tidak apa-apa. Tapi kalau pekerjaan yang ditunda-tunda sedikit demi sedikit, pekerjaan itu pun juga akan menjadi bukit. Bahkan bukan cuma bukit, jadi Gunung Himalaya malahan (oh, lebay sekali kata-kata saya ini, begitulah kalau menurut anak muda zaman sekarang).
Sekarang mari kita telusuri lebih jauh. Kalau pekerjaan-pekerjaan yang kita tunda itu deadline-nya berbeda-beda, tentu kita tidak akan terlalu keteteran menyelesaikannya. Tapi, kalau pekerjaan itu mempunyai deadline yang berdekatan, atau yang lebih parah lagi deadline-nya sama, kita tentu akan sangat sulit untuk menyelesaikannya. Pekerjaan kita yang menumpuk pun bukan lagi menjadi seperti Gunung Himalaya, tapi menjadi seperti Gunung Olympus di Mars yang katanya tingginya tiga kali tinggi Gunung Himalaya (oh, kata-kata saya semakin lebay...).
Sekarang, pekerjaan yang seperti Gunung Olympus tadi harus kita selesaikan. Dampaknya sangat mudah ditebak. Kita akan menyelesaikan pekerjaan itu dengan sangat cepat agar tidak dimarahi guru, atasan, bos, atau siapa pun makhluknya. Akhirnya kita mulai menyesal, karena terlalu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dan akhirnya kita menyerah. Kita pun berjanji di dalam hati, berjanji tidak akan mengulanginya lagi, yang mungkin hanya tinggal janji, karena tidak akan ditetapi, mungkin seminggu lagi. Untung kalau hasil kerja kita bagus, coba saja kalau hasilnya kacau. Tentu kita akan dimarahi oleh guru, bos, atasan, hingga kita stress, pusing, sakit kepala, maag kambuh, susah tidur, susah makan, susah BAB, hingga lupa sama pacar, lalu diputusin pacar, akhirnya kita berakhir di Rumah Sakit Jiwa, tentu anda tidak menginginkannya bukan? Anda tentu sudah hampir selesai membaca tulisan ini. Bagaimana menurut Anda? Kacau balau, tidak beraturan. Inilah akibat dari pekerjaan yang terus ditunda dengan berbagai alasan. Saat menulis ini pun, saya tidak lagi memperhatikan kaidah penulisan essai yang baik dan benar. Yang penting selesai, titik. Untunglah dalam satu minggu tugas ini, tak ada lagi tugas sekolah yang perlu saya kerjakan, jadi tenaaaang.
Sebagai penutup, ayolah..., mulai sekarang kita berusaah untuk tidak menunda-nunda pekerjaan kita. Percayalah, Gunung Olympus itu terlalu besar (katanya...), Anda tidak akan mungkin bisa menyelesaikannya. Jadi, jangan teruskan membaca tulisan ini, lakukan dan lanjutkan pekerjaan Anda sekarang.

Popular posts from this blog

Baca Komik Kindaichi

Tutorial Mystery Case Files - Return to Ravenhearst FINAL

Cara Melihat Hilal

[Pornografi terselubung] Iklan OREO basket [JOKE]